Termoregulasi
pada Hewan*
A. Tujuan
1. Membandingkan
metabolisme pada hewan endoterm dan ektoterm
2. Menentukan
Q 10 serta hubungannya dengan suhu
B. Dasar
Teori
A. Pengertian
Termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu mekanisme
makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran
yang dapat ditolelir. Proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu
tubuhnya agar tetap konstan dinamis. Mekanisme Termoregulasi terjadi dengan
mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas (Campbell,
2004).
Mekanisme pengaturan suhu tubuh
merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan.
didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu,
yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan
sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari
tubuh.Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke
sistem saraf pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur
pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru
dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima
kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah (Frodson,
1986).
Sebagian panas hilang melalui proses
radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi
menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi sistim sirkulasi di
bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk
mengurangi kehilangan panas tubuh. Mausia menggunakan baju merupakan salah satu
perilaku unik dalam termoregulasi (Ganong, 1991 ).
B. Hewan
endoterm dan ektoterm
Dalam termoregulasi pada
hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Poikioterm (hewan berdarah dingin), meliputi reptil, amfibia, dan
pisces. Kelompok hewan ini tidak mempunyai sistem pengaturan panas yang
sempurna, sehingga jika suhu sekeliling naik, maka suhu tubuh akan naik
(tergantung pada pengaruh lingkungan). Suhu organ dalam berbeda dengan suhu
organ luar tubuh.
2. Homoioterm (hewan berdarah panas). Kelompok hewan ini memiliki
sistem pengaturan panas yang sempurna. Suhu internal tidak dipengaruhi oleh
suhu lingkungan eksternal dan suhu internal cenderung selalu lebih tinggi
daripada lingkungan (Frodson, 1986). Pada kelompok ini (mamalia dan aves),
temperatur tubuh dikendalikan oleh respon refleks pada hipotalamus dengan range
yang sempit (Ganong, 1991). Bykovet al.
(1960) menjelaskan bahwa hewan mamalia tingkat tinggi memiliki temperatur tubuh
konstan dan tidak mampu bertahan pada variasi yang lebih lebar.
Sebagian besar hewan memperlihatkan
metabolisme sedikit aktif (hewan-hewan bradymetabole, yang menghasilkan sedikit
energy kalori) dan suatu konduksi panas tinggi (isolasinya jelek terhadap
pengaruh lingkungannya) sehingga temperature tubuhnya bergantung sepenuhnya
kepada panas yang berasal dari lingkungannya. Kelompok hewan ini disebut
Eksoterm. Contohnya yaitu sebagian besar spesies hewan akuatik.
Pada kelompok spesies lainnya (hewan
tachymetabole), produksi panas oleh metabolisme (terutama oksidasi) adalah
tinggi dan isolasi panas cukup untuk temperature tubuh individu tergantung
kepada produksi panas yang dihasilkan tubuhnya sendiri. Kelompok hewan ini
disebut Endoterm. Contohnya yaitu sebagian besar burung dan mamalia (vander,
1998).
C. Nilai
Q 10
Pengukuran
peningkatan laju reaksi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengukur
nilai Q10. Q10 adalah peningkatan laju/proses fisiologis yang terjadi untuk
setiap kenaikan suhu sebesar 10°C. Q10 merupakan perbandingan antara laju
reaksi (k) yang terjadi pada suhu (x+10)°C dan laju reaksi X°C dan laju reaksi
(k) pada suhu X°C. Pernyataan ini dapat digambarkan dengan rumus berikut
(Zuhri, 2008).
Berdasarkan
rumus tersebut, jelas bahwa suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas
metabolisme di dalam sel tubuh. Oleh karena itu, hewan harus melakukan
termoregulasi agar suhu tubuhnya selalu dalam keadaan homeostasis (Tortora,
1996).
C. Alat,
Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
dan Bahan
Pada praktikum kali
ini, alat yang digunakan antara lain: respirometer, kaleng/toples, serta
timbangan. Adapun bahan yang diperlukan yaitu: KOH 20%, larutan Methylen blue,
vaseline, kantong plastik, es, kapas, mencit, dan katak.
2. Cara
Kerja
D. Hasil
dan Pembahasan
1. Hasil
Tabel 1. Data kumulatif jumlah oksigen
yang dikonsumsi per organisme per satuan waktu (ml O2/jam)
No.
|
Mencit hangat
|
Mencit dingin
|
Katak hangat
|
Katak
dingin
|
1
|
0,3
|
3,1
|
1
|
0
|
2
|
0,4
|
8,25
|
0
|
0
|
3
|
0,2
|
7,3
|
1
|
0
|
4
|
1,1
|
9,2
|
0,4
|
0
|
5
|
0,5
|
10,3
|
0,8
|
0
|
6
|
0,5
|
19,3
|
0,6
|
0
|
7
|
0,5
|
25,5
|
0,4
|
0
|
8
|
0,4
|
31,5
|
0,1
|
0
|
9
|
0,8
|
33,4
|
0
|
0
|
10
|
0,8
|
35,0
|
0
|
0
|
Total
|
5,5
|
182,85
|
4,3
|
0
|
Tabel 2. Data kumulatif jumlah oksigen
per gram organisme (ml O2/g BB) terhadap satuan waktu
Hewan uji
|
Berat badan (g)
|
Konsumsi oksigen (ml)
|
Laju konsumsi O2 (ml/g BB/jam)
|
Q10
|
Suhu (°C)
|
Perilaku
|
Mencit
hangat
|
8,2
|
5,5
|
4,02
|
|
28
|
Hiperaktif
|
Mencit
dingin
|
11
|
182,85
|
99,74
|
22
|
Hiperaktif
|
|
Katak
hangat
|
4,41
|
4,3
|
5,85
|
|
29
|
Diam
|
Katak
dingin
|
5,18
|
0
|
0
|
19
|
Diam
|
2. Grafik
1.
Hubungan konsumsi
oksigen dengan waktu pada mencit hangat dan katak hangat
2.
Hubungan konsumsi oksigen dengan waktu pada mencit dingin dan katak
hangat
3.
Hubungan laju konsumsi oksigen dan waktu pada mencit dingin dan katak
hangat
4.
Hubungan laju konsumsi oksigen dengan waktu pada katak hangat dan mencit
hangat
3. Pembahasan
Termoregulasi adalah merupakan proses
yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan
dinamis. Mekanisme Termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara
perolehan panas dengan pelepasan panas. Suhu tubuh hewan dipengaruhi oleh suhu
lingkungan luar. Pada suhu -2oC s.d suhu 50oC hewan dapat
bertahan hidup atau pada suhu yang lebih ekstrem namununtuk hidup secara normal
hewan memilih kisaran suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut yang
ideal dan disukai agar proses fisiologis optimal (Wulangi,1993). Termoregulasi
yang dilakuakan hewan ektoderm (misalnya; katak) berbeda dengan termoregulasi
pada hewan endoderm (pada mencit)
Pada praktikum termoregulasi ini, hewan
uji yang dipakai adalah katak dan mencit dengan menggunakan variasi suhu dingin
yaitu 20oC dan suhu hangat yaitu pada sushu 30oC.
Penggunaan KOH 20% adalah untuk mengikat CO2 (karbon dioksida) hasil
respirasi sehingga tidak meracuni hewan uji pada botol. Adapun reaksi yang
terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut: KOH+CO2→K2CO3+H2O
(Chang, 1996). Agar udara dalam botol tidak keluar dioleskan vaselin ke seluruh
bagian tutup botol serta sambungan-sambungan alat yang lainnya. Keluar masuknya
udara pada botol akan mengurangi keakuratan data yang diambil terkait oksigen
yang dikonsumsi hewan uji. Larutan methylen blue digunakan sebagai skala
pengukur pada tabung U. Untuk mengukur jumlah oksigen yang dikonsumsi atau
dihirup pada waktu respirasi, digunakan alat yang disebut respirometer. Selain
itu digunakan juga timbangan untuk menimbang hewan percobaan, yaitu mencit dan
katak, dimana pada kelompok 2 menggunakan mencit sebagai hewan uji dengan
variasi suhu dingin.
Berdasarkan pengamatan,
terdapat perbedaan perilaku hewan uji sepanjang pengamatan. Dimana mencit
sebagai hewan endoterm lebih aktif daripada katak sebagai hewan ektoterm yang
sepanjang perlakuan hanya diam. Hal ini dikarenakan pada hewan ektoterm laju metabolismenya
berubah-ubah tergantung dengan suhu lingkungan. Sedangkan hewan endoterm
cenderung menjaga suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi, mereka secara umum
membutuhkan lebih banyak energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya yang
cukup tinggi itu.Berdasarkan rumus Q10 yang ada, menunjukkan bahwa suhu
mempengaruhi besarnya laju oksigen. Hal ini terlihat pada mencit dingin yang
laju konsumsi oksigennya paling tinggi yaitu 99,74.
Selain suhu, laju
konsumsi oksigen dipengaruhi oleh jenis dan ukuran (berat badan) hewan, usia,
serta tingkat aktivitas hewan. Pada umumnya, semakin besar ukuran badan
organisme, semakin banyak konsumsi oksigennya. Kebutuhan oksigena bagi makhluk
hidup akan meningkat seiring dengan meningkatnya metabolisme tubuh. Ini terjadi
saat aktivitas meningkat. Oksigen dibutuhkan oleh tubuh dalam proses oksidasi
bahan makanan. Sehingga peningkatan aktivitas mempengaruhi peningkatan
kebutuhan oksigen.
Berdasarkan perhitungan
nilai Q10, pada mencit didapati hasil ,
sedangkan pada katak hasilnya ~ atau tidak terhingga. Hasil tidak terhingga ini
didapatkan karena pada percobaan dengan menggunakan katak dingin, tidak
terlihat adanya konsumsi oksigen. Selama 10 menit tidak menunjukkan perubahan
apa-apa sehingga totalnya adalah 0. Hal ini dapat disebabkan karena terdapat
kebocoran sehingga udara dari luar dapat masuk ke dalam botol. Faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya hal ini yaitu ukuran katak yang kecil sehingga
konsumsi oksigennya sedikit. Oleh karena itu, perbandingan dari nilai Q10 antara
mencit dan katak dapat diketahui bahwa pada mencit metabolisme suhu hangat
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dingin.
E. Kesimpulan
1.
Pada hewan ektoterm
laju metabolismenya berubah-ubah tergantung dengan suhu lingkungan. Sedangkan
pada hewan endoderm cenderung menjaga suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi,
mereka secara umum membutuhkan lebih
banyak energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya yang cukup tinggi itu.
2.
Nilai Q10 pada mencit
sebesar 0. Sedangkan nilai Q10 pada katak adalah . Hal ini menunjukkan bahwa pada mencit
metabolisme suhu hangat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dingin
Daftar
Pustaka
Bykov, K. M., G. Y. Vladimirov, V.
Y. Delov, G. D., Koniadi, and A. D. Slonim. 1960. Textbook of Physiology. Foreign Languages Publ. Howe. Moscow, pp.
194
Campbell, N. A. 2004. Biologi. Edisi kelima. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Chang, D. Y. 1996. Application of The Extent Analysis Method. European
Journal of Operatinal Research
Frodson, R. D. 1986. Anatomy and Physiology of Farm Animals. Lea
and Febign. USA, pp. 409-413
Ganong, W. F. 1991. Review of Medical Physiology. 5th Edition. Prentice
Hall Publ. London, pp. 231-235
Tortora, G. J. and R. G. Sandra.
1996. Principles of Anatomy and
Physiology. 8th Edition. Harper Collins Book Company. New York, pp. 809-812
Vander, A. J., S. L. Dorothy, and
H. S. James. 1998. Human Physiology. McGraw
Hill Book Co. USA, pp. 608-613
*laporan praktikum fisiologi hewan @lab UIN SuKa
0 komentar hot :
Post a Comment