termoregulasi | ViaViva-ku
Home » » termoregulasi

termoregulasi

Written By Unknown on Saturday, May 4, 2013 | 6:22:00 PM


Termoregulasi pada Hewan*
A.    Tujuan
1.      Membandingkan metabolisme pada hewan endoterm dan ektoterm
2.      Menentukan Q 10 serta hubungannya dengan suhu
B.     Dasar Teori
A.    Pengertian Termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan dinamis. Mekanisme Termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas (Campbell, 2004).
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh.Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah (Frodson, 1986).
Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Mausia menggunakan baju merupakan salah satu perilaku unik dalam termoregulasi (Ganong, 1991 ).

B.     Hewan endoterm dan ektoterm
Dalam termoregulasi pada hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1.    Poikioterm (hewan berdarah dingin), meliputi reptil, amfibia, dan pisces. Kelompok hewan ini tidak mempunyai sistem pengaturan panas yang sempurna, sehingga jika suhu sekeliling naik, maka suhu tubuh akan naik (tergantung pada pengaruh lingkungan). Suhu organ dalam berbeda dengan suhu organ luar tubuh.
2.    Homoioterm (hewan berdarah panas). Kelompok hewan ini memiliki sistem pengaturan panas yang sempurna. Suhu internal tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternal dan suhu internal cenderung selalu lebih tinggi daripada lingkungan (Frodson, 1986). Pada kelompok ini (mamalia dan aves), temperatur tubuh dikendalikan oleh respon refleks pada hipotalamus dengan range yang sempit (Ganong, 1991). Bykovet al. (1960) menjelaskan bahwa hewan mamalia tingkat tinggi memiliki temperatur tubuh konstan dan tidak mampu bertahan pada variasi yang lebih lebar.
Sebagian besar hewan memperlihatkan metabolisme sedikit aktif (hewan-hewan bradymetabole, yang menghasilkan sedikit energy kalori) dan suatu konduksi panas tinggi (isolasinya jelek terhadap pengaruh lingkungannya) sehingga temperature tubuhnya bergantung sepenuhnya kepada panas yang berasal dari lingkungannya. Kelompok hewan ini disebut Eksoterm. Contohnya yaitu sebagian besar spesies hewan akuatik.
Pada kelompok spesies lainnya (hewan tachymetabole), produksi panas oleh metabolisme (terutama oksidasi) adalah tinggi dan isolasi panas cukup untuk temperature tubuh individu tergantung kepada produksi panas yang dihasilkan tubuhnya sendiri. Kelompok hewan ini disebut Endoterm. Contohnya yaitu sebagian besar burung dan mamalia (vander, 1998).
C.     Nilai Q 10
Pengukuran peningkatan laju reaksi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengukur nilai Q10. Q10 adalah peningkatan laju/proses fisiologis yang terjadi untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10°C. Q10 merupakan perbandingan antara laju reaksi (k) yang terjadi pada suhu (x+10)°C dan laju reaksi X°C dan laju reaksi (k) pada suhu X°C. Pernyataan ini dapat digambarkan dengan rumus berikut (Zuhri, 2008).
Berdasarkan rumus tersebut, jelas bahwa suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme di dalam sel tubuh. Oleh karena itu, hewan harus melakukan termoregulasi agar suhu tubuhnya selalu dalam keadaan homeostasis (Tortora, 1996).
C.     Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat dan Bahan
Pada praktikum kali ini, alat yang digunakan antara lain: respirometer, kaleng/toples, serta timbangan. Adapun bahan yang diperlukan yaitu: KOH 20%, larutan Methylen blue, vaseline, kantong plastik, es, kapas, mencit, dan katak.
2.      Cara Kerja
 













































D.    Hasil dan Pembahasan
1.      Hasil
Tabel 1. Data kumulatif jumlah oksigen yang dikonsumsi per organisme per satuan waktu (ml O2/jam)
No.
Mencit hangat
Mencit dingin
Katak hangat
Katak dingin
1
0,3
3,1
1
0
2
0,4
8,25
0
0
3
0,2
7,3
1
0
4
1,1
9,2
0,4
0
5
0,5
10,3
0,8
0
6
0,5
19,3
0,6
0
7
0,5
25,5
0,4
0
8
0,4
31,5
0,1
0
9
0,8
33,4
0
0
10
0,8
35,0
0
0
Total
5,5
182,85
4,3
0

Tabel 2. Data kumulatif jumlah oksigen per gram organisme (ml O2/g BB) terhadap satuan waktu
Hewan uji
Berat badan (g)
Konsumsi oksigen (ml)
Laju konsumsi O2 (ml/g BB/jam)
Q10
Suhu (°C)
Perilaku
Mencit hangat
8,2
5,5
4,02

28
Hiperaktif
Mencit dingin
11
182,85
99,74
22
Hiperaktif
Katak hangat
4,41
4,3
5,85

29
Diam
Katak dingin
5,18
0
0
19
Diam

2.      Grafik
1.      Hubungan konsumsi oksigen dengan waktu pada mencit hangat dan katak hangat
2.      Hubungan konsumsi oksigen dengan waktu pada mencit dingin dan katak hangat
3.      Hubungan laju konsumsi oksigen dan waktu pada mencit dingin dan katak hangat
4.      Hubungan laju konsumsi oksigen dengan waktu pada katak hangat dan mencit hangat

3.      Pembahasan
Termoregulasi adalah merupakan proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan dinamis. Mekanisme Termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas. Suhu tubuh hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungan luar. Pada suhu -2oC s.d suhu 50oC hewan dapat bertahan hidup atau pada suhu yang lebih ekstrem namununtuk hidup secara normal hewan memilih kisaran suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut yang ideal dan disukai agar proses fisiologis optimal (Wulangi,1993). Termoregulasi yang dilakuakan hewan ektoderm (misalnya; katak) berbeda dengan termoregulasi pada hewan endoderm (pada mencit)
Pada praktikum termoregulasi ini, hewan uji yang dipakai adalah katak dan mencit dengan menggunakan variasi suhu dingin yaitu 20oC dan suhu hangat yaitu pada sushu 30oC. Penggunaan KOH 20% adalah untuk mengikat CO2 (karbon dioksida) hasil respirasi sehingga tidak meracuni hewan uji pada botol. Adapun reaksi yang terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut: KOH+CO2→K2CO3+H2O (Chang, 1996). Agar udara dalam botol tidak keluar dioleskan vaselin ke seluruh bagian tutup botol serta sambungan-sambungan alat yang lainnya. Keluar masuknya udara pada botol akan mengurangi keakuratan data yang diambil terkait oksigen yang dikonsumsi hewan uji. Larutan methylen blue digunakan sebagai skala pengukur pada tabung U. Untuk mengukur jumlah oksigen yang dikonsumsi atau dihirup pada waktu respirasi, digunakan alat yang disebut respirometer. Selain itu digunakan juga timbangan untuk menimbang hewan percobaan, yaitu mencit dan katak, dimana pada kelompok 2 menggunakan mencit sebagai hewan uji dengan variasi suhu dingin.
Berdasarkan pengamatan, terdapat perbedaan perilaku hewan uji sepanjang pengamatan. Dimana mencit sebagai hewan endoterm lebih aktif daripada katak sebagai hewan ektoterm yang sepanjang perlakuan hanya diam. Hal ini dikarenakan pada hewan ektoterm laju metabolismenya berubah-ubah tergantung dengan suhu lingkungan. Sedangkan hewan endoterm cenderung menjaga suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi, mereka secara umum membutuhkan lebih banyak energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya yang cukup tinggi itu.Berdasarkan rumus Q10 yang ada, menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi besarnya laju oksigen. Hal ini terlihat pada mencit dingin yang laju konsumsi oksigennya paling tinggi yaitu 99,74.
Selain suhu, laju konsumsi oksigen dipengaruhi oleh jenis dan ukuran (berat badan) hewan, usia, serta tingkat aktivitas hewan. Pada umumnya, semakin besar ukuran badan organisme, semakin banyak konsumsi oksigennya. Kebutuhan oksigena bagi makhluk hidup akan meningkat seiring dengan meningkatnya metabolisme tubuh. Ini terjadi saat aktivitas meningkat. Oksigen dibutuhkan oleh tubuh dalam proses oksidasi bahan makanan. Sehingga peningkatan aktivitas mempengaruhi peningkatan kebutuhan oksigen.
Berdasarkan perhitungan nilai Q10, pada mencit didapati hasil   , sedangkan pada katak hasilnya ~ atau tidak terhingga. Hasil tidak terhingga ini didapatkan karena pada percobaan dengan menggunakan katak dingin, tidak terlihat adanya konsumsi oksigen. Selama 10 menit tidak menunjukkan perubahan apa-apa sehingga totalnya adalah 0. Hal ini dapat disebabkan karena terdapat kebocoran sehingga udara dari luar dapat masuk ke dalam botol. Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya hal ini yaitu ukuran katak yang kecil sehingga konsumsi oksigennya sedikit. Oleh karena itu, perbandingan dari nilai Q10 antara mencit dan katak dapat diketahui bahwa pada mencit metabolisme suhu hangat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dingin.
E.     Kesimpulan
1.      Pada hewan ektoterm laju metabolismenya berubah-ubah tergantung dengan suhu lingkungan. Sedangkan pada hewan endoderm cenderung menjaga suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi, mereka secara umum  membutuhkan lebih banyak energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya yang cukup tinggi itu.
2.      Nilai Q10 pada mencit sebesar 0. Sedangkan nilai Q10 pada katak adalah  . Hal ini menunjukkan bahwa pada mencit metabolisme suhu hangat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dingin

Daftar Pustaka
Bykov, K. M., G. Y. Vladimirov, V. Y. Delov, G. D., Koniadi, and A. D. Slonim. 1960. Textbook of Physiology. Foreign Languages Publ. Howe. Moscow, pp. 194

Campbell, N. A. 2004. Biologi. Edisi kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Chang, D. Y. 1996. Application of The Extent Analysis Method. European Journal of Operatinal Research
Frodson, R. D. 1986. Anatomy and Physiology of Farm Animals. Lea and Febign. USA, pp. 409-413
Ganong, W. F. 1991. Review of Medical Physiology. 5th Edition. Prentice Hall Publ. London, pp. 231-235
Tortora, G. J. and R. G. Sandra. 1996. Principles of Anatomy and Physiology. 8th Edition. Harper Collins Book Company. New York, pp. 809-812
Vander, A. J., S. L. Dorothy, and H. S. James. 1998. Human Physiology. McGraw Hill Book Co. USA, pp. 608-613


*laporan praktikum fisiologi hewan @lab UIN SuKa
Share this article :

0 komentar hot :



 
Support : imam shopyan | viaviva-ku | i'am shofie
Copyright © 2013. ViaViva-ku - All Rights Reserved
Modified by viaviva-ku.Com
Proudly powered by Blogger